Oleh: DR. KH. Affandi Mochtar
Kaum Muslimin dan Muslimat yang dimuliyakan Allah SWT
ALLAH Mahabesar. Bukan Tuhan selain Allah. Allah, Tuhan Yang Kasihsayang-Nya begitu luas, jauh lebih luas dari alam semesta ini dan jauh lebih dalam dari lautan samudera. Kasih-Nya dilimpahkan kepada makhluk-makhluk-Nya dengan tanpa pilihkasih, sayang-Nya dicurahkan tanpa perhitungan dan pamrih. Cinta-Nya begitu suci, bening sebening embun pagi menyegarkan dedaunan dan pepohonan nan hijau terhampar di bumi. Cinta-Nya begitu terang seterang cahaya matahari di siang hari, menerangi makhluk-makhluk-Nya yang melata. Hanya kepada-Nya segala puja dan puji diberikan. Ibadah dan pertolongan yang kita harapkan hanya layak kita sandarkan kepada-Nya.
Demikian terdengar suara takbir dan tahmid bergemuruh dikumandangkan umat Muslim Indonesia dan Muslim sejagat. Dan nun jauh di sana, di kota suci, kaum Muslimin yang sedang menunaikan ibadah haji telah mengumandangkan bacaan talbiyah, “Labbayk Allahumma Labbayk. Labbaika la Syarika laka Labbaika. Inna al-hamda wa an-ni’mata laka wal mulk la syarika lak” (Kupenuhi panggilan-Mu ya Allah. Kupenuhi panggilan-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu. Sesungguhnya puja-puji dan limpahan karunia bersumber dari-Mu semata, kekuasaan pun demikian adanya. Tiada sekutu bagi-Mu). Dengan takbir, yakinlah setiap Muslim bahwa dari Allah mereka datang, karena Allah mereka hidup, dan kepada-Nya juga mereka akan kembali.
Kaum muslimin dan muslimat yang dimuliyakan Allah
Setiap tahun kaum muslimin di berbagai penjuru dunia bertemu dengan hari raya Idul Adha (qurban) atau hari raya haji. Pada momen perayaan tersebut, kaum muslimin menunjukkan khidmat dan takzhim melalui kumandang takbir dan tahmid, shalat sunnah berjamaah dan penyembelihan hewan kurban, untuk mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah, Tuhan yang Mahakuasa. Dengan perayaan Idul Adha, kaum muslimin juga mengekspresikan rasa syukur atas limpahan nikmat yang Allah berikan berupa kesehatan jasmani dan ruhani, terlebih berupa nikmat iman serta Islam yang telah tertanam kokoh di dalam hati nurani dan dibuktikan dengan amal salih. Karena itu, marilah kita dalam kesempatan idul adha tahun ini merenungkan dan sekaligus menangkap makna terdalam dari perayaan Idul Adha, bahwa pengorbanan harus dilakukan atas dasar cinta kepada Allah sehingga dapat menggerakkan kebersamaan dan kasih sayang antar sesama baik dalam kondisi suka maupun duka. Salah satu pesan Allah kepada umat Muslim adalah meneladani dan memetik pelajaran dari kisah Nabi Ibrahim As. yang sangat berkesan, Allah SWT. berfirman,
“Sesungguhnya terdapat teladan yang baik bagi kamu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan beliau,” (QS. al-Mumtahanah [60]: 4).
Di antara yang perlu kita renungkan adalah peristiwa yang melatarbelakangi disyariatkannya hari raya idul adha atau hari raya kurban. Sebuah peristiwa yang mendebarkan dan menggetarkan sekaligus mengesankan, yaitu perintah Tuhan yang dialamatkan pada seorang ayah, kekasih-Nya, Khalilullah, Nabi Ibrahim as., agar menyembelih anaknya, Ismail, si jantung hati dan belahan jiwa, untuk dipersembahkan sebagai bukti cinta suci kepada Tuhan. Nabi Ibrahim As. bukan hanya mengajarkan, tapi juga membuktikan bagaimana memenuhi panggilan-Nya meski disertai dengan pengorbanan yang teramat besar. Melalui mimpi, beliau diperintahkan oleh Allah menyembelih putra kandungnya sendiri, meski kelahirannya telah dinanti-nanti serta didamba-dambakan selama berpuluh-puluh tahun lamanya. Allah SWT berfirman,
“Maka tatkala anak itu mencapai pada umur sanggup berusaha bersam-sama Ibrahim, Ibrahim berkata, “O anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpiku akan menyembelihmu, maka pikirlanlah bagaimana pendapatmu?” Ia menjawab, “Duhai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, isyaallah akan kau dapati bahwa aku termasuk orang-orang yang sabar”. Tatkala keduanya telah berserah diri, dan Ibrahim membaringkan anaknya di atas pelipisnya. Dan kami panggillah ia, “Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu. Sesungguhnya demikianlah kami membalas kepada orang-orang yang berbuat baik. Peristiwa ini adalah ujian yang nyata. Dan kami ganti untuk disembelih seekor binatang (kambing) yang besar. Dan kami abadikan untuk keduanya (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian,” (QS. ash-Shafat [37]: 103-107).
Ajaran kurban sejatinya telah disyariatkan semenjak Nabi Adam as., dan dilanjutkan oleh para Nabi sampai dengan Nabi Ibrahim dan kemudian diabadikan dalam Islam sebagai salah satu ritual ibadah mendekatkan diri kepada Allah. Kurban yang distilahkan dalam bahasa Arab udhiyah merupakan nama untuk sebuah binatang yang disembelih di hari raya atau hari tasyriq dengan niat mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah. Ibadah kurban haruslah dengan niat yang lurus, tulus dan ikhlas hanya semata karena Allah. Sebagaimana Allah berfirman,
“Daging-daging dan darahnya sekali-kali tidak dapat mencapai keridhaan Allah, tetapi ketakwaan kamulah yang dapat mencapainya,” (QS. al-Hajj [22]: 37).
Hukum menyembelih kurban adalah sunnah muakkadah bagi seorang Muslim yang berakal, baligh (dewasa), merdeka (bukan seorang budak), dan mampu menunaikan ibadah kurban seperti membeli hewan yang akan disembelihnya. Allah SWT. berfirman,
“Dan telah kami jadikan untan-untan itu sebagian dari syiar Allah,” (QS. al-Hajj; 36).
Dan di ayat lain, Allah SWT. berfirman,
“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkurbanlah,” (QS. al-Kautsar: 2).
Kaum muslimin yang dicintai Allah SWT..
Ada beberapa pelajaran berharga yang patut kita petik dari ibadah kurban yang sesuai dengan ajaran Islam.
Pertama, ibadah kurban adalah amalan yang menghargai kelangsungan hidup manusia. Ini sejalan dengan salah satu tujuan syariat Islam yaitu hifzhu al-nafs (menjaga jiwa). Nyawa manusia sangat berharga dan dihargai dalam Islam. Walaupun perintah dalam mimpinya agar menyembelih seorang manusia, tetapi dalam kenyataannya Nabi Ibrahim menyembelih seekor hewan ternak. Peristiwa ini merupakan penghapusan tradisi buruk berupa penyembelihan manusia yang dijadikan sebagai sesaji dan “tumbal” yang dipersembahkan bagi tuhan-tuhan yang mereka sembah. Di Kan’an, bayi-bayi mungil yang tak berdosa dipersembahkan kepada Dewa Bal; di Mesir Kuno, di setiap tahun pada hari kesebelas bulan Kibti, masyarakat Mesir mengadakan ritual dengan menghiasi gadis tercantik jelita dengan hiasa yang paling mewah dan didandani dengan bedak, lipstik dan parfum yang terhebat kemudian ditenggelamkan ke dalam Sunga Nil sampai ke dasar yang bertujuan demi sebagai semebahan Dewa Sungai Nil, dan ritual tersebut dihapus sedikit demi sedikit sampai punah oleh ‘Amr bin al-‘Ash atas persetujuan Amirul Mukmini Umar bin al-Khattab; di Meksico, orang-orang Astec mempersembahkan jantung dan darah manusia kepada Dewa Matahari; di Eropa Utara, orang-orang Viking mempersembahkan pemuka agama kepada Dewa Odin, Dewa perang yang mereka sembah; di Persia, menyembelih manusia untuk sesembahan Dewa; bahkan ritual pengurbanan manusia masih terus berlangsung di Eropa sampai pada tahun 657 Masehi ketika undang-undang pelarangan menyembelih manusia sebagai sesaji dirumuskan.
Ritual kurban yang diajarkan oleh agama Islam jauh sama sekali dari praktik pengorbanan nyawa manusia. Ajaran kurban dalam Islam dipraktikkan dengan menyembelih hewan ternak yang sehat, utuh dan kuat, yang dagingnya disedekahkan dan dikonsumsi oleh orang banyak. Alih-alih mengorbankan jiwa manusia, ritual kurban dalam Islam justru bermakna bagi kesehatan, keperkasaan, kebahagiaan, dan kesejahteraan manusia khususnya kaum dhu’afa (lemah) karena dapat menikmati konsumsi daging. Sebagaimana Allah berfirman,
“Makanlah sebagian darinya dan berilah orang yang merasa puas dengan apa yang dimilikinya (meski dia tidak meminta) serta orang-orang yang meminta, agar mereka menjadi orang yang bersyukur.” (QS. al-Hajj [22]: 36)
Kedua, ibadah kurban mengajarkan tentang cinta kepada Allah yang harus senantiasa dijunjung tinggi di atas cinta kita kepada anak. Dalam kehidupan nyata, tidak sedikit orang tua yang menjadikan anak segala-galanya, sehingga merendahkan bahkan melupakan cintanya kepada Allah. Demi mewujudkan rasa cintanya kepada sang anak, banyak orang tua yang buta dan lupa akan syariat agama. Kisah Ibrahim yang mematuhi perintah Allah dalam mimpinya untuk menyembelih putranya membuktikan kesetiaan cintanya yang total kepada Allah. Ajaran Islam menegaskan bahwa orang tua harus mencintai anaknya dengan memenuhi kebutuhan hidupnya melalui pengasuhan, bimbingan, keteladanan, pembinaan, dan pendidikan sesuai dengan perkembangan kejiwaannya. Dalam waktu yang bersamaan, ajaran Islam juga mengingatkan akan timbulnya fitnah yang bersumber dari perlakuan atas nama cinta yang berlebihan kepada sang anak.
Ketiga, kisah dialog antara Ibrahim dan Isma’il dalam memutuskan perintah penyembelihan menggambarkan proses pendidikan cinta kepada Allah. Ibrahim dikenal sebagai khalilullah yang berarti kekasih Allah. Gelar ini sejatinya menegaskan bahwa Ibrahim adalah figur yang pasti tunduk dan patuh pada perintah Allah. Tapi dalam kisah al-Qur’an, Ibrahim memutuskan niat menyembelih putranya setelah melalui kegundahan batin dan dialog dengan putranya dalam bingkai keimanan kepada Allah. Ini menggambarkan bahwa proses cinta kepada Allah harus dibangun melalui proses pendidikan dan pembelajaran. Dengan kata lain, pendidikan yang baik harus mengutamakan perhatiannya pada penanaman dan pembiasaan cinta kepada Sang Khaliq.
Keempat, Isma’il adalah sosok pemuda yang berfikir matang dan bervisi masa depan. Tidak terkecoh oleh kenikmatan sesaat yang sering kali mengecohkan para pemuda. Menyadari bahwa segala sesuatu membutuhkan pengorbanan adalah prinsip Ismail. Melihat prinsipnya itu mencerminkan sikapnya dalam meraih sesuatu tidak instan, membutuhkan kesabaran, ada proses dan mekanisme yang harus dilalui, dan tidak tergesa-gesa. Isma’il, meski berumur muda, akan tetapi bersikap dan bertindak dengan ilmunya selaksa orang yang sudah dewasa dan matang. Sebaik-baik anak muda adalah anak muda yang berprilaku seperti orang tua. Sedangkan seburuk-buruk orang tua adalah orang tua yang berprilaku seperti anak muda. Teladan Isma’il sangat baik dijadikan ikon bagi anak-anak muda dalam membangun peradaban.
Kelima, hewan kurban merupakan simbol nafsu kebinatangan yang bersemayam dalam diri manusia. Nafsu kebinatangan yang secara binal mendorong manusia bertindak semena-mena, buas, rakus, hilangnya rasa malu, a-moral, dan mengabaikan pertimbangan akal sehat. Nabi mengumpamakan orang yang tidak berakhlak bagaikan Lalat, Nabi berkata, “Laysa al-adab ka al-dubab” (orang yang tidak bermoral bagaikan Lalat). Nafsu kebinatangan inilah yang harus kita waspadai dan kita harus mampu menjinakkan karena ia merupakan musuh yang ada di dalam diri kita sendiri. Proses pematangan kesadaran menuju keparipurnaan adalah bermula dari penundukan segenap pasukan nafsu yang bersemayam di dalam diri manusia. Sebab dengan penundukan itu, maka ia akan dapat berbuat kebaikan yang maksimal bagi segenap makhluk dan alam semesta ini.
Makna Idul Adha sebagaimana digambarkan di atas sungguh relevan untuk kita aktualisasikan dalam kehidupan modern ini khususnya bagi kaum muslimin di Indonesia. Sebagai bangsa yang beradab, kita terus berusaha menciptakan tata kehidupan yang damai penuh cinta kasih baik dalam sekala kecil pergaulan antar pribadi maupun dalam sekala luas pergaulan antar sesama komunitas. Di sisi lain, sebagai bangsa yang terus mengupayakan pembangunan dalam segala bidang, kita senantiasa berusaha memperkuat kesatuan, persatuan, dan solidaritas untuk kebahagiaan dan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Dalam waktu yang bersamaan, sebagai bagian dari masyarakat dunia, Indonesia terus mengupayakan sumbangan dan peran dalam membangun peradaban modern, manusiawi dan religius. Untuk semua tujuan itu, maka ajaran pengorbanan yang tulus dan meningkatkan derajat manusia sebagaimana dipraktikkan dalam ritual kurban harus ditransformasikan oleh setiap kita pada semua segi kehidupan.
Pada era modern ini tradisi mengorbankan nyawa manusia sebagaimana terjadi pada masa jahiliyah sepertinya sudah tidak berlaku. Tapi dalam kenyataannya banyak praktik dan prilaku yang sejatinya mengorbankan nyawa dan menistakan derajat manusia. Peperangan, konflik, bahkan teror yang berujung pada penghancuran manusia atas nama perjuangan ideologi dan agama masih kita saksikan. Dalam praktik kehidupan politik kita, prilaku yang mengecilkan derajat manusia pun masih acap kali dipraktikkan dalam bentuk fitnah, pembunuhan karakter, menjajah, diskriminasi, mengeksploitasi dan memperkosa hak-hak manusia. Dengan momentum perayaan idul adha tahun ini, marilah kita perkuat dan kita persegar arti dan semangat cinta kepada Allah untuk mewujudkan pengorbanan kita melalui ketundukan dan ibadah kita kepada Allah, kepatuhan dan kesetiaan kita kepada ulil amri di negeri tercinta, solidaritas dan kepedulian kita terhada penderitaan sesama.
Lebih-lebih pada kondisi akhir-akhir ini dimana sebagian dari saudara-saudara kita tengah menghadapi musibah karena bencana alam, sudah sepatutnya hati kita terketuk dan cinta kita terkuak untuk mengorbankan perhatian, pikiran, dan harta kita untuk kebahagiaan dan kesejahteraan sesama. Momen Idul Adha ini, insya Allah akan semakin meningkatkan cinta kita kepada Allah yang diwujudkan melalui pengabdian, karya, dan dedikasi kita untuk meningkatkan kualitas individu, memperkuat kehidupan keluarga, mewujudkan solidaritas sosial, dan menciptakan kemajuan bangsa serta mendorong perdamaian dunia.
Untuk semua niat baik di atas dan semua harapan masa depan yang kita dambakan, marilah dalam kesempatan yang berbahagia ini kita memanjatkan doa kehadirat Allah SWT., Tuhan yang Maha Rahman dan Rahim.
Ya Allah ya Tuhan kami, jadikanlah negeri kami ini aman sentausa, penduduknya makmur dengan limpahan rizkiMu yang begitu tak terbatasnya, tak terhitungkan dengan alat hitung paling canggih manapun yang ada di dunia ini. Bukakanlah pintu rizki kami seluas-luasnya agar kami dapat hidup makmur dan sejahtera, serta dapat mensudahi krisis ekonomi yang berkepanjangan ini. Bukakanlah pintu kesehatan dan keselamatan. Ya Allah, ya Tuhan kami, jauhilah kami dari mara bahaya. Jadikanlah negeri kami gemah ripah loh jinawi, yang pendudukanya rukun damai, tidak ada konflik, tidak ada perang antar saudara kita sendiri. Mereka adalah orang-orang yang beriman kepada-Mu ya Allah, dan mereka juga beriman kepada hari akhir, dengan nikmat dan siksa-Mu, dengan surga dan neraka-Mu.
* Materi Khutbah ini disampaikan pada hari Raya Idul Adha 1431 H/2010 di Lapangan Slipi Jakarta Barat yang diselenggarakan oleh DPP GOLKAR...
Kaum Muslimin dan Muslimat yang dimuliyakan Allah SWT
ALLAH Mahabesar. Bukan Tuhan selain Allah. Allah, Tuhan Yang Kasihsayang-Nya begitu luas, jauh lebih luas dari alam semesta ini dan jauh lebih dalam dari lautan samudera. Kasih-Nya dilimpahkan kepada makhluk-makhluk-Nya dengan tanpa pilihkasih, sayang-Nya dicurahkan tanpa perhitungan dan pamrih. Cinta-Nya begitu suci, bening sebening embun pagi menyegarkan dedaunan dan pepohonan nan hijau terhampar di bumi. Cinta-Nya begitu terang seterang cahaya matahari di siang hari, menerangi makhluk-makhluk-Nya yang melata. Hanya kepada-Nya segala puja dan puji diberikan. Ibadah dan pertolongan yang kita harapkan hanya layak kita sandarkan kepada-Nya.
Demikian terdengar suara takbir dan tahmid bergemuruh dikumandangkan umat Muslim Indonesia dan Muslim sejagat. Dan nun jauh di sana, di kota suci, kaum Muslimin yang sedang menunaikan ibadah haji telah mengumandangkan bacaan talbiyah, “Labbayk Allahumma Labbayk. Labbaika la Syarika laka Labbaika. Inna al-hamda wa an-ni’mata laka wal mulk la syarika lak” (Kupenuhi panggilan-Mu ya Allah. Kupenuhi panggilan-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu. Sesungguhnya puja-puji dan limpahan karunia bersumber dari-Mu semata, kekuasaan pun demikian adanya. Tiada sekutu bagi-Mu). Dengan takbir, yakinlah setiap Muslim bahwa dari Allah mereka datang, karena Allah mereka hidup, dan kepada-Nya juga mereka akan kembali.
Kaum muslimin dan muslimat yang dimuliyakan Allah
Setiap tahun kaum muslimin di berbagai penjuru dunia bertemu dengan hari raya Idul Adha (qurban) atau hari raya haji. Pada momen perayaan tersebut, kaum muslimin menunjukkan khidmat dan takzhim melalui kumandang takbir dan tahmid, shalat sunnah berjamaah dan penyembelihan hewan kurban, untuk mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah, Tuhan yang Mahakuasa. Dengan perayaan Idul Adha, kaum muslimin juga mengekspresikan rasa syukur atas limpahan nikmat yang Allah berikan berupa kesehatan jasmani dan ruhani, terlebih berupa nikmat iman serta Islam yang telah tertanam kokoh di dalam hati nurani dan dibuktikan dengan amal salih. Karena itu, marilah kita dalam kesempatan idul adha tahun ini merenungkan dan sekaligus menangkap makna terdalam dari perayaan Idul Adha, bahwa pengorbanan harus dilakukan atas dasar cinta kepada Allah sehingga dapat menggerakkan kebersamaan dan kasih sayang antar sesama baik dalam kondisi suka maupun duka. Salah satu pesan Allah kepada umat Muslim adalah meneladani dan memetik pelajaran dari kisah Nabi Ibrahim As. yang sangat berkesan, Allah SWT. berfirman,
“Sesungguhnya terdapat teladan yang baik bagi kamu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan beliau,” (QS. al-Mumtahanah [60]: 4).
Di antara yang perlu kita renungkan adalah peristiwa yang melatarbelakangi disyariatkannya hari raya idul adha atau hari raya kurban. Sebuah peristiwa yang mendebarkan dan menggetarkan sekaligus mengesankan, yaitu perintah Tuhan yang dialamatkan pada seorang ayah, kekasih-Nya, Khalilullah, Nabi Ibrahim as., agar menyembelih anaknya, Ismail, si jantung hati dan belahan jiwa, untuk dipersembahkan sebagai bukti cinta suci kepada Tuhan. Nabi Ibrahim As. bukan hanya mengajarkan, tapi juga membuktikan bagaimana memenuhi panggilan-Nya meski disertai dengan pengorbanan yang teramat besar. Melalui mimpi, beliau diperintahkan oleh Allah menyembelih putra kandungnya sendiri, meski kelahirannya telah dinanti-nanti serta didamba-dambakan selama berpuluh-puluh tahun lamanya. Allah SWT berfirman,
“Maka tatkala anak itu mencapai pada umur sanggup berusaha bersam-sama Ibrahim, Ibrahim berkata, “O anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpiku akan menyembelihmu, maka pikirlanlah bagaimana pendapatmu?” Ia menjawab, “Duhai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, isyaallah akan kau dapati bahwa aku termasuk orang-orang yang sabar”. Tatkala keduanya telah berserah diri, dan Ibrahim membaringkan anaknya di atas pelipisnya. Dan kami panggillah ia, “Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu. Sesungguhnya demikianlah kami membalas kepada orang-orang yang berbuat baik. Peristiwa ini adalah ujian yang nyata. Dan kami ganti untuk disembelih seekor binatang (kambing) yang besar. Dan kami abadikan untuk keduanya (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian,” (QS. ash-Shafat [37]: 103-107).
Ajaran kurban sejatinya telah disyariatkan semenjak Nabi Adam as., dan dilanjutkan oleh para Nabi sampai dengan Nabi Ibrahim dan kemudian diabadikan dalam Islam sebagai salah satu ritual ibadah mendekatkan diri kepada Allah. Kurban yang distilahkan dalam bahasa Arab udhiyah merupakan nama untuk sebuah binatang yang disembelih di hari raya atau hari tasyriq dengan niat mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah. Ibadah kurban haruslah dengan niat yang lurus, tulus dan ikhlas hanya semata karena Allah. Sebagaimana Allah berfirman,
“Daging-daging dan darahnya sekali-kali tidak dapat mencapai keridhaan Allah, tetapi ketakwaan kamulah yang dapat mencapainya,” (QS. al-Hajj [22]: 37).
Hukum menyembelih kurban adalah sunnah muakkadah bagi seorang Muslim yang berakal, baligh (dewasa), merdeka (bukan seorang budak), dan mampu menunaikan ibadah kurban seperti membeli hewan yang akan disembelihnya. Allah SWT. berfirman,
“Dan telah kami jadikan untan-untan itu sebagian dari syiar Allah,” (QS. al-Hajj; 36).
Dan di ayat lain, Allah SWT. berfirman,
“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkurbanlah,” (QS. al-Kautsar: 2).
Kaum muslimin yang dicintai Allah SWT..
Ada beberapa pelajaran berharga yang patut kita petik dari ibadah kurban yang sesuai dengan ajaran Islam.
Pertama, ibadah kurban adalah amalan yang menghargai kelangsungan hidup manusia. Ini sejalan dengan salah satu tujuan syariat Islam yaitu hifzhu al-nafs (menjaga jiwa). Nyawa manusia sangat berharga dan dihargai dalam Islam. Walaupun perintah dalam mimpinya agar menyembelih seorang manusia, tetapi dalam kenyataannya Nabi Ibrahim menyembelih seekor hewan ternak. Peristiwa ini merupakan penghapusan tradisi buruk berupa penyembelihan manusia yang dijadikan sebagai sesaji dan “tumbal” yang dipersembahkan bagi tuhan-tuhan yang mereka sembah. Di Kan’an, bayi-bayi mungil yang tak berdosa dipersembahkan kepada Dewa Bal; di Mesir Kuno, di setiap tahun pada hari kesebelas bulan Kibti, masyarakat Mesir mengadakan ritual dengan menghiasi gadis tercantik jelita dengan hiasa yang paling mewah dan didandani dengan bedak, lipstik dan parfum yang terhebat kemudian ditenggelamkan ke dalam Sunga Nil sampai ke dasar yang bertujuan demi sebagai semebahan Dewa Sungai Nil, dan ritual tersebut dihapus sedikit demi sedikit sampai punah oleh ‘Amr bin al-‘Ash atas persetujuan Amirul Mukmini Umar bin al-Khattab; di Meksico, orang-orang Astec mempersembahkan jantung dan darah manusia kepada Dewa Matahari; di Eropa Utara, orang-orang Viking mempersembahkan pemuka agama kepada Dewa Odin, Dewa perang yang mereka sembah; di Persia, menyembelih manusia untuk sesembahan Dewa; bahkan ritual pengurbanan manusia masih terus berlangsung di Eropa sampai pada tahun 657 Masehi ketika undang-undang pelarangan menyembelih manusia sebagai sesaji dirumuskan.
Ritual kurban yang diajarkan oleh agama Islam jauh sama sekali dari praktik pengorbanan nyawa manusia. Ajaran kurban dalam Islam dipraktikkan dengan menyembelih hewan ternak yang sehat, utuh dan kuat, yang dagingnya disedekahkan dan dikonsumsi oleh orang banyak. Alih-alih mengorbankan jiwa manusia, ritual kurban dalam Islam justru bermakna bagi kesehatan, keperkasaan, kebahagiaan, dan kesejahteraan manusia khususnya kaum dhu’afa (lemah) karena dapat menikmati konsumsi daging. Sebagaimana Allah berfirman,
“Makanlah sebagian darinya dan berilah orang yang merasa puas dengan apa yang dimilikinya (meski dia tidak meminta) serta orang-orang yang meminta, agar mereka menjadi orang yang bersyukur.” (QS. al-Hajj [22]: 36)
Kedua, ibadah kurban mengajarkan tentang cinta kepada Allah yang harus senantiasa dijunjung tinggi di atas cinta kita kepada anak. Dalam kehidupan nyata, tidak sedikit orang tua yang menjadikan anak segala-galanya, sehingga merendahkan bahkan melupakan cintanya kepada Allah. Demi mewujudkan rasa cintanya kepada sang anak, banyak orang tua yang buta dan lupa akan syariat agama. Kisah Ibrahim yang mematuhi perintah Allah dalam mimpinya untuk menyembelih putranya membuktikan kesetiaan cintanya yang total kepada Allah. Ajaran Islam menegaskan bahwa orang tua harus mencintai anaknya dengan memenuhi kebutuhan hidupnya melalui pengasuhan, bimbingan, keteladanan, pembinaan, dan pendidikan sesuai dengan perkembangan kejiwaannya. Dalam waktu yang bersamaan, ajaran Islam juga mengingatkan akan timbulnya fitnah yang bersumber dari perlakuan atas nama cinta yang berlebihan kepada sang anak.
Ketiga, kisah dialog antara Ibrahim dan Isma’il dalam memutuskan perintah penyembelihan menggambarkan proses pendidikan cinta kepada Allah. Ibrahim dikenal sebagai khalilullah yang berarti kekasih Allah. Gelar ini sejatinya menegaskan bahwa Ibrahim adalah figur yang pasti tunduk dan patuh pada perintah Allah. Tapi dalam kisah al-Qur’an, Ibrahim memutuskan niat menyembelih putranya setelah melalui kegundahan batin dan dialog dengan putranya dalam bingkai keimanan kepada Allah. Ini menggambarkan bahwa proses cinta kepada Allah harus dibangun melalui proses pendidikan dan pembelajaran. Dengan kata lain, pendidikan yang baik harus mengutamakan perhatiannya pada penanaman dan pembiasaan cinta kepada Sang Khaliq.
Keempat, Isma’il adalah sosok pemuda yang berfikir matang dan bervisi masa depan. Tidak terkecoh oleh kenikmatan sesaat yang sering kali mengecohkan para pemuda. Menyadari bahwa segala sesuatu membutuhkan pengorbanan adalah prinsip Ismail. Melihat prinsipnya itu mencerminkan sikapnya dalam meraih sesuatu tidak instan, membutuhkan kesabaran, ada proses dan mekanisme yang harus dilalui, dan tidak tergesa-gesa. Isma’il, meski berumur muda, akan tetapi bersikap dan bertindak dengan ilmunya selaksa orang yang sudah dewasa dan matang. Sebaik-baik anak muda adalah anak muda yang berprilaku seperti orang tua. Sedangkan seburuk-buruk orang tua adalah orang tua yang berprilaku seperti anak muda. Teladan Isma’il sangat baik dijadikan ikon bagi anak-anak muda dalam membangun peradaban.
Kelima, hewan kurban merupakan simbol nafsu kebinatangan yang bersemayam dalam diri manusia. Nafsu kebinatangan yang secara binal mendorong manusia bertindak semena-mena, buas, rakus, hilangnya rasa malu, a-moral, dan mengabaikan pertimbangan akal sehat. Nabi mengumpamakan orang yang tidak berakhlak bagaikan Lalat, Nabi berkata, “Laysa al-adab ka al-dubab” (orang yang tidak bermoral bagaikan Lalat). Nafsu kebinatangan inilah yang harus kita waspadai dan kita harus mampu menjinakkan karena ia merupakan musuh yang ada di dalam diri kita sendiri. Proses pematangan kesadaran menuju keparipurnaan adalah bermula dari penundukan segenap pasukan nafsu yang bersemayam di dalam diri manusia. Sebab dengan penundukan itu, maka ia akan dapat berbuat kebaikan yang maksimal bagi segenap makhluk dan alam semesta ini.
Makna Idul Adha sebagaimana digambarkan di atas sungguh relevan untuk kita aktualisasikan dalam kehidupan modern ini khususnya bagi kaum muslimin di Indonesia. Sebagai bangsa yang beradab, kita terus berusaha menciptakan tata kehidupan yang damai penuh cinta kasih baik dalam sekala kecil pergaulan antar pribadi maupun dalam sekala luas pergaulan antar sesama komunitas. Di sisi lain, sebagai bangsa yang terus mengupayakan pembangunan dalam segala bidang, kita senantiasa berusaha memperkuat kesatuan, persatuan, dan solidaritas untuk kebahagiaan dan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Dalam waktu yang bersamaan, sebagai bagian dari masyarakat dunia, Indonesia terus mengupayakan sumbangan dan peran dalam membangun peradaban modern, manusiawi dan religius. Untuk semua tujuan itu, maka ajaran pengorbanan yang tulus dan meningkatkan derajat manusia sebagaimana dipraktikkan dalam ritual kurban harus ditransformasikan oleh setiap kita pada semua segi kehidupan.
Pada era modern ini tradisi mengorbankan nyawa manusia sebagaimana terjadi pada masa jahiliyah sepertinya sudah tidak berlaku. Tapi dalam kenyataannya banyak praktik dan prilaku yang sejatinya mengorbankan nyawa dan menistakan derajat manusia. Peperangan, konflik, bahkan teror yang berujung pada penghancuran manusia atas nama perjuangan ideologi dan agama masih kita saksikan. Dalam praktik kehidupan politik kita, prilaku yang mengecilkan derajat manusia pun masih acap kali dipraktikkan dalam bentuk fitnah, pembunuhan karakter, menjajah, diskriminasi, mengeksploitasi dan memperkosa hak-hak manusia. Dengan momentum perayaan idul adha tahun ini, marilah kita perkuat dan kita persegar arti dan semangat cinta kepada Allah untuk mewujudkan pengorbanan kita melalui ketundukan dan ibadah kita kepada Allah, kepatuhan dan kesetiaan kita kepada ulil amri di negeri tercinta, solidaritas dan kepedulian kita terhada penderitaan sesama.
Lebih-lebih pada kondisi akhir-akhir ini dimana sebagian dari saudara-saudara kita tengah menghadapi musibah karena bencana alam, sudah sepatutnya hati kita terketuk dan cinta kita terkuak untuk mengorbankan perhatian, pikiran, dan harta kita untuk kebahagiaan dan kesejahteraan sesama. Momen Idul Adha ini, insya Allah akan semakin meningkatkan cinta kita kepada Allah yang diwujudkan melalui pengabdian, karya, dan dedikasi kita untuk meningkatkan kualitas individu, memperkuat kehidupan keluarga, mewujudkan solidaritas sosial, dan menciptakan kemajuan bangsa serta mendorong perdamaian dunia.
Untuk semua niat baik di atas dan semua harapan masa depan yang kita dambakan, marilah dalam kesempatan yang berbahagia ini kita memanjatkan doa kehadirat Allah SWT., Tuhan yang Maha Rahman dan Rahim.
Ya Allah ya Tuhan kami, jadikanlah negeri kami ini aman sentausa, penduduknya makmur dengan limpahan rizkiMu yang begitu tak terbatasnya, tak terhitungkan dengan alat hitung paling canggih manapun yang ada di dunia ini. Bukakanlah pintu rizki kami seluas-luasnya agar kami dapat hidup makmur dan sejahtera, serta dapat mensudahi krisis ekonomi yang berkepanjangan ini. Bukakanlah pintu kesehatan dan keselamatan. Ya Allah, ya Tuhan kami, jauhilah kami dari mara bahaya. Jadikanlah negeri kami gemah ripah loh jinawi, yang pendudukanya rukun damai, tidak ada konflik, tidak ada perang antar saudara kita sendiri. Mereka adalah orang-orang yang beriman kepada-Mu ya Allah, dan mereka juga beriman kepada hari akhir, dengan nikmat dan siksa-Mu, dengan surga dan neraka-Mu.
* Materi Khutbah ini disampaikan pada hari Raya Idul Adha 1431 H/2010 di Lapangan Slipi Jakarta Barat yang diselenggarakan oleh DPP GOLKAR...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar